Rabu, 23 Desember 2009

cepen cinta:persahabatan

label:cerpen cinta,cerpen persahabata

Aku bergegas menyeberangi pagar kampus. Hari ini batas waktu terakhir pembayaran uang kuliah. Aku mengumpat dalam hati, kenapa pelupaku muncul untuk hal sepenting ini?
Beberapa sapaan teman-teman kujawab sambil lalu. Dari jauh aku melihat loket pembayaran hampir ditutup. Last minute, aku berhasil sampai tepat waktu. Saat aku berbalik, aku hampir menabrak cowok yang tengah memungut kertas-kertas dan peralatan tulisnya yang berantakan di lantai. "Mbak, kalo jalan liat-liat dong…" sungutnya.
Aku bengong, apa aku menabrak seseorang tadi? Meski aku masih sangsi, aku membantunya memunguti lembaran kertas, buku dan polpennya. Saat mata kami bertabrakan pandang, aku tertegun sejenak. Aku merasa cowok ini tak asing buatku.
"Kenya…""Prama…"Selanjutnya kami malah terbahak berdua sembari berangkulan. Sepuluh tahun kami tak bertemu. Waktu itu kami masih sama-sama kecil. Mama Prama sering menitipkan Prama kecil ke mamaku, maklum mamanya Prama juga bekerja, sementara tidak ada pembantu di rumah. Sementara mamaku ibu rumah tangga sejati.
Mamaku punya peraturan, jam 12 siang harus tidur siang. Prama yang di rumahnya tidak memberlakukan peraturan tidur siang harus ikutan tidur siang. Dan kami tidur seranjang…Wacks…
"Masih inget peraturan tidur siang?" tanyaku tiba-tiba"Iya…berarti kita sudah kumpul kebo sejak kecil ya?" jawabnya terpingkal.Sejak itu kami jadi makin akrab, sekedar mengingat masa kecil kami yang lucu. Prama adalah kakak kelasku. Kondisi ini membuatku beruntung, sebagai mahasiswi baru aku masih membutuhkan banyak bimbingan. Syukur Prama mau membantuku dalam hal ini.
Pertemuanku dengan Prama membuka kembali komunikasi kedua orang tua kami. Mereka jadi sering bertemu. Tiap minggu malah. Kadang sambil bercanda, mereka menjodohkan kami. Kami sendiri tak pernah menghiraukan ocehan mereka. Kami sangat menikmati persahabatan ini.
Suatu hari Prama datang padaku. Wajahnya kusut seperti habis tawuran dengan orang se-RT. Aku sempat ngeri melihatnya.
"Kenya…Bisa bantu gw gak?" Aku cuma bisa mengangguk. "Aku mencintai seseorang…" Sampai sini aku menarik nafas lega."Lantas…?""Gw gak bisa mengatakan kalo gw cinta dia.""Kenapa…?""Gw gak punya cukup keberanian untuk itu."Aku pindah duduk di depan Prama. Aneh…Prama tak mau melihat wajahku.
Prama juga tak memberitahu gadis yang sanggup membuatnya jatuh cinta. Hanya saja beberapa hari kemudian aku melihat Prama sedang duduk berdua dengan cewek cantik. Cewek itukah yang diimpikan Prama? Ada rasa kosong di hatiku. Saat aku melewati mereka aku melihat pandangan sendu pada wajah Prama. Kenapa dengan Prama?
Menjelang semester empat, papa menawarkanku untuk kuliah di Australia bareng Mas Bima. Girang aku menyambut tawaran papa. Disepakati aku berangkat sebulan lagi. Kabar baik ini ingin aku bagi dengan Prama. Sayangnya dia tak bisa kutemui. Aku juga malu menanyakan ke orangtuanya, soalnya mereka yang getol menggoda kami.
Aku diantar papa dan mama ke bandara. Mereka bilang Mas Bima yang akan menjemputku, jadi aku tak perlu khawatir. Saat aku akan memasuki ruang tunggu dan berpamitan dengan papa dan mama, aku mendengar seseorang memanggil namaku. Aku melihat Prama tengah berlari ke arahku.
"Kenapa gak bilang?""Lo yang gak pernah nongol di kampus.""Kan bisa telpon ke rumah?""Dan membiarkan papa dan mamamu menggodaku?""Apa itu masalah buatmu?""Akan jadi masalah, karena aku makin gak bisa lepas darimu…"Sedetik kemudian Prama memelukku, "Maafkan aku, karena tak pernah bisa mengatakan cinta padamu…"
Aku tak merasakan apa-apa. Sebutir cairan hangat tiba-tiba luruh dari mataku, pelukan Prama makin memberikan kehangatan dan ketenangan. "Sudah…Nanti tahun depan kan ketemu lagi. Kita yang kesana atau Kenya yang liburan kemari…," suara papa mengagetkan kami. Aku memandang papa heran."Sudah ada pembicaraan antara papa dan papanya Prama. Jadi kamu tenang-tenang aja ya," ujar papa sembari tersenyum. Aku makin bahagia dan meloncat dalam pelukan Prama. Ah, ternyata cinta itu begini rasanya…

cerpen cinta:indahnya persahabatan

label:cerpen cinta,cerpen persahabata


"Vit, kamu jadi nggak ikut les basket,"ujarku."Jadi dong! kalau kamu Tar?" tambah Vita."Jadi dong,"jawabku. Sehabis kita berbicara akhirnya aku mengeluarkan bola basketku dari gudang rumah dan mengajak Vita main basket di lapangan basket. Vitapun langsung lari ke lapangan basket, begitu juga aku. Vita pun langsung merebut bola basket dari aku, dan memulai main basket. Di saat pertama aku selalu menang, tapi semakin lama nilai kita seri. Vita dan aku biasanya bermain basket tanpa lelah dan tanpa berhenti juga lama. Sampai - sampai sore datang dan kita harus pulang ke rumah masing - masing. Ibu langsung memerintahkan aku untuk makan sore.

Keesokan harinya, aku dan Vita berangkat naik sepeda sama - sama."Eh, Vit tahu nggak"ujar ku dipotong Vita,"Tahu apa????"."Makanya diam dulu"jawabku."Ternyata besok libur"ujarku lagi."Yeeeee"kata Vita senang. Sampai di sekolah mereka bertemu sahabat - sahabatnya, yaitu Keyla, Jos dan Robert. Sambil sama - sama ke kelas mereka berbicara tentang les basket. Ternyata Jos dan Keyla tidak ikut soalnya mereka harus mendapatkan les tambahan dari sekolah setiap hari. Dikelas mereka sering berbicara tentang les basket, mereka memang bandel. Tapi kami itu tetap pintar walaupun suka bandel(hehehe).
Kring,kring,kring, bel berbunyi. Waktunya pulang. Aku dan Vita lansung bersama - sama kerumah untuk mengerjakan tugas bersama - sama. Kami harus membuat dalam waktu 1 minggu proyek tentang olahraga yang kami senangi. Kami memilih olahraga basket pastinya. Kami memakai alat komputer, printer dan scanner. Dan kami membutuhkan kertas, kertas asturo dan gunting. Kami membuat dengan santai. Kami juga harus menerangkan proyek kita didepan kelas. Setelah hampir selesai kami memutuskan untuk main basket karena di luar cerah dan berawan. Aku mengambil bola basketku dan langsung keluar.
Akhirnya minggu depan datang kami harus menerangkan proyek kami kami mendapatkan giliran nomor 4. Pada saat bagianku aku sangat merasa takut dan hampir menangis karena terlalu malu. Vita menghampiriku dia menghiburku agar aku semangat. Tapi aku pun harus tampil. Karena dihibur Vita hatiku langsung merasa tiidak malu lagi. Akhirnya kami tampil dengan baik dan mendapatkan nilai yang sempurna. Sekarang aku tahu betapa "Indahnya Persahabatan". Sekarang aku selalu tidak malu karena sahabat - sahabatku selalu siap membantu.

CERPEN CINTA:SATU PERSAHABATAN DALAM HIDUPKU

label:cerpen cinta,cerpen persahabata

Aku sedang berjalan kearah luar gang rumahku menuju sekolah. Tetapi sebelum aku berangkat sekolah, aku harus menunggu Dina yang sedang menuju kearah depan gangku. Kulihat kedepan sana tetapi tidak seorangpun tampak, ketika aku sedang menunggu Dina, aku melihat dua orang teman sekelasku berjalan kearahku. Ya… itu Lila dan Uswah. “ Hey Nad… kamu kaq belum berangkat sekolah seh?!! “ Tanya Lila kepadaku.“ owh iya neh aku sedang menunggu Dina. “ Jawabku.“ ohh kamu sedang menunggu Dina, tapi Nad 10 menit lagi sekolah masuk tau!! Kamu ga takut telat??? “ Tanya Uswah kepadaku.“ ya udah kalau geto kita berangkat sekolah bareng ya?!! “ pintaku kepada Lila dan Uswah. Merekapun mengiyakan ajakanku dan segera melangkahkan kaki untuk menaiki angkutan umum yang akan mengantarkan kami kesekolah. **** “ NADIAAA…!!! “ teriak Dina sambil melangkahkan kaki dengan cepat kearahku.“ Eh… Dina?!! ““ Eh… Dina, Eh… Dina lagi, kamu koq ninggalin aku seh Nad??? Tadi tuh aku kerumahmu tapi kata kakakmu, kamu baru aja berangkat!!! ““ Mmm…Sorry deh, abis kamu lama seh “.“ iiihh… kan udah aku bilang tunggu sampai aku datang?!! ““ iya…iya…sorry, udah donk jangan marah marah terus, kaya nenek – nenek aja!!! “.“ enak aja! Kamu tuh yang kaya nenek – nenek!!! “ jawab Dina dengan tampang kesalnya. Melihat Dina mau marah-marah lagi, akupun berlari meninggalkan Dina menuju kelas dan duduk ditempatku, Dinapun berteriak – teriak sambil berlari-lari kecil kearahku dan melanjutkan ocehan – ocehan yang tadi tertunda. Aku dan Dina bersahabat sejak duduk disekolah menengah pertama kelas 1 hingga duduk disekolah menengah kejuruan kelas 2. Orang tuaku sangat akrab dengan Dina, begitupun sebaliknya. Sudah seperti saudaraku sendiri. ****“ Lila… Uswah… “ panggilku. “ ya Nad, ada apa?!! “ jawab Lila.“ nanti pulang bareng ya!!! “. “ oh itu, liat nanti aja ya!!! “ jawab Lila.“ oce dehh, Mmm… tapi besok berangkat bareng lagi ya??? Aku tunggu kalian berdua di tempat tadi, oce?!! “. “ oceee…!!! “ jawab mereka berdua dengan kompak. Semenjak kami sering pulang dan berangkat sekolah bersama, kami menjadi semakin akrab. Tidak hanya pulang dan berangkat sekolah saja kami bersama tetapi kemanapun dan acarapun kami selalu terlihat bersama. Dan sejak saat itulah satu persahabatan dalam hidupku tersulam kembali.****“ koq Lila, Dina dan Uswah agak beda ya?? Apa mereka sedang ngerjain aku ya?!! “ aku duduk termenung dikelas yang masih kosong. “ Mmm… mungkin hanya perasaan aku saja kale ya?!! “ ujarku dalam hati. Aku merasa beberapa hari ini Lila, Dina dan Uswah agak cuek kepadaku. Mungkin karena sebentar lagi hari ulang tahunku. Padahal aku merasa karena mereka cuek kepadaku. “ Eh Nad… bengong aja kamu!!! “ ujar Uswah membuyarkan lamunanku. “ ah nggak koq!!! ““ oya Nad, besokhari minggu teman – teman sekelas ngajakinkita lari pagi bareng. Kamu ikut kan? “ Tanya Dina. “ gat au deh, lihat besok aja ya?!! MALEEZZ tau, masa liburan gene masih keluar juga…! Acara kelas lagee!!! ““ Nad pokoknya kamu harus ikut, kalau ga ikut dapet hukuman loh. “ Ujar Lila menakutiku. “ Memangnya anak SD… masih ada hukuman, udah pokoknya lihat bezok aja deh, ya.. ya..!!! “.“ YOII !!! “ jawab Uswah dengan singkat. Aku sudah menduga pazti mereka merencanakan sesuatu untukku esok hari. Aku merasa sangat penasaran dan agak sedikit takut. “ Aduh aku dating nggak ya besok??? Pasti mereka belez dendam deh ke aku karena kemarin yang nerjain mereka adalah aku!!! “ ucapku dalam hati.“ udah deh lihat besok aja…! Kalau aku dijemput ya aku pergi, tapi kalau aku ga dijemput ya aku nggak pergi!!! “ kataku dalam hati lagi dengan memejamkan mata untuk tidur walaupun dengan sedikit perasaan gelisah. Tik…Tok…Tik…Tok…, tepat jam 12 malam tiba – tiba aku terbangun karena mendengar suara telepon berdering. Akupun dengan segera mengangkatnya. “ Hallo… “ sapaku.Tak ada jawaban dari seberang.“ Hallooo… “ aku menyapa sekali lagi.Masih tidak ada jawaban jawaban juga. “ HAPPY BIRTHDAY TO U HAPPY BIRTHDAY TO U HAPPY BIRTHDAY HAPPY BIRTHDAY, HAPPY BIRTHDAY NADIA…!!! Terdengar nyanyian dari seseorang di seberang sana.“thanks ya!!! “ aku terharu.“ Met ultah Nadia! Ketujuh belas ya? Semoga kamu tambah dewasa, tambah cantik dan tambah gokil!!! “ ujar Isti.“ Paztee..!! ““ Nad sorry neh aku ga bias telepon kamu lama – lama soalnya aku ngantuk! Kamu met tidur ya Nad, sorry ganggu, bye Nadia…!!! ““ Bye!!! “ Isti adalah kakak kelas disekolahku. Dia sangat baik kepadaku tetapi sejak ia lulus aku jarang sekali bertemu dengan sia mungkin bias dibilang tidak pernah lagi. Ya… mungkin dia sibuk dengan kegiatan barunya.****“ iiihh.. Alarm berisik banged seh!!! Kan masih ngantuk?!! “ gerutuku. Akupun segera bangun dan beranjak merapikan diri. Walaupun berat dan malas sekali rasanya tetapi pagi ini aku harus pergi karena sudah mempunyai janji untuk lari pagi bersama teman sekelasku. Walaupun aku tahu kalu hari ini mereka sudah mempunyai rencana untuk mengerjaiku. “ Assalamu’alaikum…!!! ““ Wa’alaikumsalam… “ jawabku sambil membukakan pintu.“ Hey Nad?!! ““ Hey! ““ Gimana udah siap belum? Teman – teman udah nunggu kamu tuh!! ““ Iya.. Iya.. sabar donk!!! “ kataku sambil melangkahkan kakiku kearah timur. Ternyata teman – teman sekelasku tidak dating semua pagi ini dan ternyata dugaanku tentang semua itu salah, merekatidak mengerjaiku. Aku merasa sangat senang. “ Upss.. tapi tunggu sebentar, sebuah telur mendarat dengan tepat diatas kepalaku!!! “. Akupun berteriak dan mengejar-ngejar Uswah dan teman yang lainnya. Merekapun semua berlari menjauhiku. **** " Assalamua’laikum…!!! Uswah… Uswah… “ Ucapkku setelah sampai didepan pintu rumahnya.“ Wa’alaikumsalam… ohh… Nadia, ayo masuk dulu Nad!!! “. Uswah mempersilahkan aku masuk kedalam rumahnya. “ Tunggu sebentar ya nad, aku mau siap – siap dulu, nanti bila Lila dan Dina datang kita bias langsung berangkat kesekolah..! ““ iya.., tapi jangan pake lama, nanti aku jamuran lagi?!! “ jawabku sambil tersenyum kecil. Tidak lama setelah Uswah berseragam sekolah rapi, Lila dan Dinapun datang. Aku dan Uswah segera keluar rumah dan memakai sepatu dengan cepat. “ yoo.. kita berangkat “ ucap Uswah setelah kami berpamitan dengan orang tuanya. Lalu kami bertiga menganggukan kepala dengan serempak sambil tertawa. Diperjalanan menuju sekolah, seperti biasa kami berempat bercerita dan bercanda tanpa merasakan teriknya matahari yang menyengat tubuh, karena kami terlalu asyik dengan candaan konyol Uswah yang membuat perut kami terasa sakit. Alangkah senangnya kami setiap hari seperti ini, selalu bersama – sama. Ketika angkutan umum yang kami tumpangi sudah mengantarkan sampai tujuan dan pergi berlalu. Tiba – tiba Lila berbicara dengan kerasnya dan membuat aku, Dina dan Uswah kaget. “ HEYY!!! Udah jam12.30 loh!!! “ Lila berusaha memberi tahu bahwa kami sudah terlambat masuk sekolah. Kami berlari – lari saling mendahului, sambil tertawa dan berbicara, “ tungguin donk, jangan cepet – cepet?!! “. Huh… lelahnya kami setelah berlari-larian. Kami berjalan perlahan menuju kelas dan sampailah didepan pintu kelas, lalu mengetuk pintu dan membuka dengan mengucapkan salam, lalu mencium tangan guru yang memang sudah duduk lebih awal sebelum kami datang. Kami mengawali hari dengan terlambat masuk sekolah yang memang bias di bilang ritinitas kami setiap harinya. Dan sekarang waktunya kami memandangi papan tulis yang penuh dengan huruf dan berbaris membuat shaf dan banjar. 1 jam, 2 jam, 3 jam, begitu bosannya kami belajar, hingga akhirnya bel istirahatpun berbunyi. “ Akhirnya istirahat juga…!!! “. Kataku dalam hati.“ Nad, La, Din keluar yoo, Laperr nehh!!! “ ajak Uswah. Kamipun berdiri lalu berjalan keluar kelas menuju tempat yang bisa menghilangkan rasa lapar dan haus. “ Makan… Makan…!!! Kita mau makan apa neh??? “ Tanya Uswah dengan bawelnya dan ketidak sabaran dia menunggu jawaban kami.“ Terserah deh “ ucap Dina dengan singkatnya. Tanpa menunggu jawaban dari aku dan Lila, Uswah pun mengambil bakwan dan memasukkannya kedalam mulut, lalu dilanjutkan Lila, aku dan Dina. Setelah selesai makan, kamipun beranjak menuju masjid untuk melaksanakan shalat ashar. Waktu istirahatpun berakhir. Kami berempat memasuki kelas yang memang sudah ramai dengan teman – teman sekelas kami. Melanjutkan pelajaran yang tertunda. Iseng – iseng saat guru menjelaskan, aku menjaili Uswah dengan mengikat ujung jilbabnya. Teman – teman yang berada dibelakangku tertawa – tawa dan berkata “ Dasar Jail?!! “. Aku hanya senyum – senyum kecil saja karena takut Uswah menyadarinya. Bel pulang berbunyi, waktu kami pulang. Menaiki angkutan umum bersama, lalu berpisah ditengah perjalanan. “ aku duluan ya…!, Bye…bye….!!! “ ucapku sambil melambaikan tangan kepada Lila, Dina dan Uswah. Selama ini kami selalu bersama, baik susah maupun senang kami lewati bersama dan kami bersahabat cukup lamanya. Tetapi kenapa sudah beberapa hari ini, aku merasa persahabatan kami agak merenggang. Aku bersama dengan Lila sedangkan Uswah bersama dengan Dina. Aku merasa ada pembatas antara kami. Kepercayaan sedikit hilang. Banyak hal yang aku dan Lila sembunyikan ataupun sebaliknya Uswah dan Dina. Aku merasa cukup kehilangan dan sedih. “ Ada apa dengan persahabatan kami saat ini?? “ tanyaku dalam hati.“ apa penyebab ini semua, apakah bisa kami seperti dulu lagi, bercanda tawa dengan lepasnya tanpa adanya pembatas antara kami? “ sekali lagi aku bertanya pada diriku, tetapi sampai saat ini aku belum mendapatkan jawabannya. Kupandangi foto dalam bingkai, foto kami berempat. Aku, Lila, Dina dan Uswah. Sungguh satu persahabatan dalam hidupku yang begitu indah dan mengasyikan. Satu hal yang kusesali saat ini, “ mengapa aku harus egois dan diam saat melihat persahabatan ini hancur??! “ sesalku dalam hati. Perjalanan hidup memang panjang. Membawa pertemuan dan perpisahan. Hari ini aku bertemu, besok aku berpisah. Namun seiring waktu berjalan kita tetap harus menjalani hidup ini dan memikirkan tujuan masa depan kita. Walaupun persahabatan ini bukan yang pertama bagiku, tetapi satu persahabatan inilah yang dapat membuat hari – hari dalam hidupku menjadi lebih bermakna.

Senin, 23 November 2009

Cerpen cinta:sahabat jadi cinta???

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

emilly dan jancent adalah sahabat dari mereka duduk di bangku kelas 6 sd,awalnya mereka cuman teman biasa ajah,tapi suatu saat ada teman milly yg dari kelas lain naksir sama jancent,sejak itulah mereka mulai deket....ketika tmn milly meminta milly untuk ngedeketin dia ma jancent...,si jancent cuek bgt ma tmen milly yg namanya jane,shingga si jane putus asa,ktika jancent dan milly dah deket banget,tiba"...........SETELAH NAIK KE KELAS 1 SMA jancent seperti menghindar gitu dari milly,napa yha???? itulah yang pengen diketahui milly..apakah karena jancent udah pindah ke kelas lain,pnya temen" baru ato???????namun semakin ia jauh dari jancent semakin dia tau perasaan dia yg sbnarnya bahwa sbnarnya mulai mencintai jancent....apa yang harus dilakukan milly??? nnya lngsng k jancent knapa dia mnghindar??? itu bkan milly(milly bkan tipe wanita yg seperti itu)milly pengen bgt tau perasaan jancent k dia,kmdian milly mulai mencobanya dngn SMS,apakah berhasill?? TIDAK...malahan dicuekinmilly selalu berusaha buat tau segala sesuatu yg berhubungan sama jancent,sampai suatu saat dia mengetahui suatu informasi kalo jancent lagi ngejar kakak klas 2.... setelah tau hal tsb,milly selalu berusahah,berusaha dan berusaha untuk ngelupain jancent,namun yang namanya perasaan itui g bisa diboongin,milly g pernah bsa ngelupain jancent.. .SAMPAI SAAT MERAKA NAIK KE KELAS 2 SMA......... salah satu temen deket milly jadian ama temen deket jancent,untungnya saja mereka gak gitu tau kalo sebenarnya milly dan jancent dulu pernah deket...mengapa dia harus kembali muncul lagi di depan milly padhal milly perlahan-lahan telh bisa ngelupain dia,pikir milly dalam hati...pada suatu siang di kantin sekolah....."hai",sapa jancent(sambil tersenyum) "hai juga""mill,nyariin makanan apa??" tanya jancent"biasa nasi soto pak mur" jawab milly"sambil ngeluarin sepucuk kertas,kmudian diberikan ke milly) "ni ada surat buat kamu dari aku,ntar sampe ke kelasa kamu baca y???" kata jancent"apaan ni,,cent??" tanya milly"rahasia dong" jawab jancentSESAMPAINYA DI KELAS...."mill,ntar sore habis pulang sekolah aku tunggu kamu di restoran deket sekolah y??? jam5 sore,ok??? aku tunggu y..."setelah membaca surat itu milly seneng banget,tapi dai juga bingung...,kenapa dia bingung????dia bingung kare dia gak yakin ma feelingnya sendiri,mau pergi atau nggak..... dia pengen bangeeeetttt pergi,tapi dia keinget ama yang telah dibuat jancent.... PERGI TANPA SEPATAH KATAPUN....sebentar lagi udah mau jam pulang sekolah,mau pergi gak y?? pikir milly dalam hati. Tpi dia udah melakukan hal yg g bisa milly maafin...setelah pulang ke rumah ,milly membaca ulang surat yg diberikan jancent brulang-ulang,smpai tiba-tiba mata milly tertuju ke pot vas bunga di ruang tamunya....,kemudian milly menghitung helai bunganya... "...........................,pergi,nggak,pergi,nggak,pergi,nggak,pergi",OH MY GOD aku harus pergi keluh milly dalam hati,kemudian milly bergegas menyiapkan dirinya,g tau kenapa hari ini milly berpakaian bagus sekali,tetapi milly berencana untuk jam 5 lewatan baru berangkat....sesampainya di tempat...jancent menyapa,"hai,dah lapar??"milly:"blom"jancent:"kok keliatannya kamu badmood bngt??"milly:"menurut kamu??"jancent:"y mana aku tau mill..,crita donk kamu knapa.."milly:"g tau knapa aku tba" g enak badan,aku pulang dulu y..."tanpa mendengar balasan jancent,milly langsung meninggalkan tempat itu.... Pada malam hariny.....drrrt.... drrrt... drrrt.... kemudian dibuka pesan dari handphonenya...."mill kamu knapa sich,kok tadi aku dicuekin"Milly mereplynya "menurut kamu kalo dicuekin ama orang itu rasanya gimana?? enak y??? itulah yang dulu aku rasain,dicuekin ama sahabatku yg paling aku percayai,kamu tau g gmn rasanya???? haha???" ...kemudian dipencetkannya tombol senddrrrt... drrrt... drrrt..."maksudmu aku????.. aku bener-bener mnta maaf sama kamu,bukan maksud aku buat nyakitin kamu....,kamu tau ga aku juga menderita....,sebenarnya aku tuh cinta banget ma kamu,tapi aku takut kamu ga punya perasaan seperti perasaan aku ke kamu dan itu malah bikin persahabatan kita rusak... aku bener-bener minta maaf sama kamu" milly membalasnya"aku juga mempunyai perasaan yang sama kayak kamu,aku juga cinta ama kamu cent"drrt.. drrrt.."kalo begitu besok kta ketemuan yuk di tempat tadi,trus kita ngomongin semuanya biar jelas,gimana??" Kemudian keesokan harinya....setelah menceritakan semuanya barulah mereka sadar bahwa mereka saling mencintai...kemudian di tempat itu juga mereka resmi menjadi sepasang kekasih.

Cerpen cinta:Cinta Pertama

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

Hari itu aku baru pindah sekolah di daerah Bogor. "Hai, namaku Renita Maharani...panggil saja aku Rani. Aku pindahan dari Jakarta" ucapku saat memperkanalkan diri di depan kelas. Saat itu tanggapan teman-teman sangatlah baik, mereka semua ramah. Saat jam istirahat mereka ajak aku untuk bermain bersama. Senang sekali rasanya temanku bertambah lagi.
Aku lahir di Madiun salah satu kota di Jawa Timur. Ayahku kerja di sebuah perusahaan kontraktor. Karena pekerjaan ayahku sejak kecil aku dan keluargaku hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, salah satunya Jakarta. Aku punya banyak teman di daerah-daerah yang pernah aku singgahi.
Ada salah satu teman yang menarik perhatian aku. Dia ganteng, pintar namun sedikit pendiam dan agak ketus nama Vian, lengkapnya Alvian Ananto. Aku sendiri mungkin termasuk orang yang agak susah untuk bergaul walaupun aku memiliki banyak teman. Saat itu entah kenapa aku punya keberanian untuk menegurnya "hai, namaku Rani. namamu Vian kan?" tanyaku "Hai juga" jawabnya "Ada apa panggil aku?". "Ya ampun ketus banget orang ini bener kata temen-temen" keluhku dalam hati.
"Gak ada apa-apa... cuma mau ajak kenalan aja. Lagi pula aku kan duduknya di depan kamu, masa kita gak saling tegur sapa." ucapku lirih, tapi reaksinya hanya membulatkan mulutnya seraya keluar kata "Oooooo". Akhirnya akupun hanya bisa diam membisu.
Teng...teng.... bel pulang sekolah berbunyi waktunya pulang. Aku dan teman-teman bergegas untuk membereskan buku dan segera pulang. Jarak sekolah ke rumah aku tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan angkot setengah jam. Keluar sekolah akupun segera menuju jalan tempat pemberhentian angkot.
Ada satu angkot berhenti di depan aku, tapi angkot itukan udah penuh. Tiba-tiba ada yang keluar dari angkot dan mempersilahkan aku untuk duduk di tempatnya. Saat aku lihat orang itu ternyata "Vian" terucap namanya di bibirku. Ternyata dia baik juga. Pipiku pun memerah dibuatnya karena tersanjung. Angkotpun akhirnya berlalu dan dia pun bergelantung di pintu angkot.
Tak lama satu penumpang yang ada di sebelah aku turun dan Vian akhirnya masuk dan duduk di sebelah aku. Awalnya kita berdua hanya diam membisu sampai pada akhirnya "Turun dimana?" tanyanya padaku. "Jalan Mawar" sahutku " kalau kamu turun dimana?" "Jalan Anggrek, berarti kita satu komplek donk" Ya ternyata rumah kami memang satu komplek, dan hanya selisih satu gang. Dalam hati aku sangatlah senang karena ada kemungkinan kita berangkat dan pulang sekolah bareng.
Memang benar sejak saat itu kita selalu pulang dan pergi bersama. Bahkan beredar kabar diantara teman-teman kalau aku dan Vian jadian. Sendainya itu benar karena memang itu yang aku harapkan, tapi sampai saat ini gak pernah ada kata-kata 'aku sayang kamu...mau gak jadi pacar aku'. 'Huh....' perasaan ini bikin aku penasaran dan sampai akhirnya aku ngambek dan menghindar dari dia. Aku merasa perasaan aku digantung sama dia. Kita gak pernah lagi pulang bareng.
Sekarang aku begitu merindukan saat-saat bisa bercanda bersama. Aku perharap bisa deket lagi sama dia. Banyak teman yang menanyakan 'Vian mana?' 'kok gak bareng sich?' 'kalian putus?' pertanyaan yang juga gak bisa aku jawab karena kita memang gak pernah jadian.
Sampai lulus sekolah aku tetap masih sayang sama dia. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Seandainya saat itu aku tidak berharap terlalu banyak, atau setidaknya aku bisa jujur tentang perasaanku mungkin aku mungkin aku gak akan kehilangan momen cinta pertama aku.

Cerpen:tunjuk satu bintang untukku

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

“ngapain Ki disana, ngelamunin spa hayoo?” teriak Nisha yang melihatku dari luar jendela. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum. Senyum termanis untuk sahabatku, Nisha. Segera aku bergegas keluar dari kamar. Menuruni tangga dengan cepat lalu keluar dari rumah. Aku ingin segera memandang wajah teduh Nisha yang setiap saat menentramkan hatiku. Memeluknya erat. Sekarang dia di hadapanku, sahabatku tersayang, Nisha.

“eh…eh…kenapa seh? Datang langsung meluk gini? Aneh”. Kata Nisa keheranan
“Nisha,!!!” seruku
“iya kenapa Salki sayang?”
“kemana aja seh, kok seminggu ini jarang ke rumah, kangen tau”
“he..he.. maaf lagi sibuk.. biasa.. calon wanita karir..he he..”
“ooww..”
“lagi ngelamunin apa seh Ki tadi? Ada masalah ya? Cerita dong..”

“mmm” aku menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak. Bukan berarti tidak ada masalah. Tapi aku tidak mau Nisha tau kalau aku sedang ada masalah. Aku tidak mau dia juga merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Ini masalah yang terlalu klasik. Mungkin saja Nisha akan mentransfer sejuta nasehatnya yang sama dari masa ke masa (hehehe). Dan aku akan terlampau bosan dengan itu semua.
Lama kami saling bertatapan. Kami sama-sama bingung. Tak lama Nisha kembali tersenyum kemudian menarik tanganku. Sepertinya Nisha menarikku untuk mengajakku ke rumahnya.

“Nis... mau kemana nih?”
“ya ke rumahku lah..”
“ihh…ga mau,,,”
“kenapa ga mau? Tenang ja k’Arfan lagi ga di rumah kok”

Tenang. Kak Arfan sedang tidak di rumah Nisha sekarang. Aku menghela nafas pelan. Tidak bisa kubayangkan bila bertemu kak Arfan lagi. Seakan video sejarah yang lalu terputar kembali. Saat kak Arfan marah-marah sampai membuatku menangis ketika dengan sengaja aku menyembunyikan sekatong kelerengnya yang kukira adalah kepunyaan Nisha (huuhh..jail salah tempat..hehe). Waktu itu aku tidak sempat berfikir, mana mungkin Nisha mau bermain kelereng. Nisha kan tau nya main boneka bonekaan (hehehe). Itulah sejarah buruk. Sejarah terburuk yang pernah kualami dalam hidupku. Dan kejadian itu masih terngiang dalam ingatanku sampai saat ini.

Masuk ke dalam rumah. Tumben rumah Nisha sepi. Tak kudapati seorang pun di dalamnya. Baik ayah ataupun ibu Nisha. Aku mengerutkan kening. Memang sih rumah Nisha selalu terlihat sepi. Tapi tidak pernah aku mendapati rumahnya kosong tanpa penghuni. Kalau mau dibandingkan dengan rumahku, ya sama-sama sepi seh tapi tidak sampai kosong tidak ada orang, pasti selalu ada tante Ami, adik ibu yang ada menemaniku. Aku kembali menatap dengan serius belahan rumah ini. Kulihat ke kanan dan ke kiri, tetap tidak ada orang. Biasanya kan ada ibu Nisha yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV atau ayah Nisha yang sedang sibuk di perpustakaan pribadinya. Aneh. Sangat aneh.

Keanehan tidak berhenti sampai di situ saja. Keanehan juga kulihat ketika memasuki kamar Nisha. Seperti hamparan ruang kosong, yang tersisa hanya sebuah tempat tidur dan rak buku. Dinding-dindingnya yang dulu dipenuhi dengan foto kami berdua juga tidak ada. Hanya sebuah gambar. Gambar setangkai bunga karyaku yang telah dibingkai. Aku tertawa ketika mengingatnya kembali. gambar itu seperti permanen terpajang di situ. Waktu itu, saking bahagianya aku bisa menggambar setangkai bunga yang kuanggap adalah gambar yang paling indah yang pernah kubuat (paling ga suka gambar seh..Cuma ga mau kalah dari Nisha yang jago bgt gambar..hehe) sampai-sampai tanpa sepegetahuan Nisha, aku memajangnya sendiri dengan sebuah paku beton. Alhasil karena takut ketahuan dan terburu-buru, aku memakunya terlalu dalam dan tidak bisa terlepas lagi (duh..maaf bgt Nis..hehe). Kembali dengan keanehan tadi. Aku benar-benar bingung apa yang terjadi sebenarnya disini. Di rumah ini.

“Nis, kok kamar kamu kosong gini. Ada apa seh?” tanyaku bingung
“udah.. ga usah banyak nanya, ntar aku cerita kok. Tenang aja” balas Nisha
“jangan bikin penasaran deh.. ceritanya sekarang ja..” tanyaku
“huhh…cerewet bgt seh… ga bisa kurang tuh cerewetnya.. ntar ga ada yang mau lo” komentar Nisa
“biarin..”jawabku ketus.
“ada yang aku mau liatin ke kamu Ki”
“apa??”

Tanda tanya besar. Apa yang mau diperlihatkan Nisha padaku. Rahasia besar. Tapi aku membayangkan yang aneh-aneh. Mungkinkah sebuah gaun orang dewasa seperti impian Nisha selama ini atau sekarung coklat seperti impianku atau kodok. Ih.. jijik. Nisha berjalan ke arah saklar lampu lalu mematikannya. Tiba-tiba kamar menjadi gelap. Aku sedikit ketakutan. Tanpa sengaja aku menginjak sesuatu, lalu dengan spontan aku berteriak. Arrrggghhh.
“huhh.. preman kok takut gelap.. itu namanya preman cemen.” Ledek Nisha

Aku menggerutu dalam hati karena kesal. Kembali Nisha memegang tanganku. Menuntunku dalam gelap (harap tenang, aku bukan orang buta, :-P). Mengarahkanku ke suatu tempat. Tempat yang sebelumnya tidak pernah Nisha perlihatkan padaku. Tapi rasanya aku pernah melihat tempat ini tapi dari sudut pandang yang lain. Tempat itu adalah di atas genteng depan kamar Nisha. Aku sedikit ngeri berada di atas genteng. Takut jatuh. Nisha meyakinkanku bahwa tidak akan terjadi apa-apa denganku. Aku pun lega. Pemandangan malam ini indah.

“kok ga pernah ngajak aku ke sini seh” tanyaku
“suka ga Ki?”jawab Nisha
“suka banget”
“sengaja aku matiin lampunya supaya bisa ngeliat bintangnya lebih jelas”

Telunjuk Nisha mengarah ke arah langit. Langit yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Bintang-bintang yang senantiasa bersinar di malam hari. Menemani sang rembulan yang mungkin kesepian. Ya.. seperti aku kesepian kalau Nisha tidak ada. Sekompleks pun dapat kulihat dari sini. Tukang baso, taman bermain, pos ronda, dll. Sungguh indah.

“Salki”
“iya, kenapa Nis?”
“tunjuk satu bintang untukku Ki”
“buat apa?”
“ayolah Ki, tinggal nunjuk aja susah amat”

Semua bintang kulihat indah. Sepertinya aku tak bisa menentukan yang mana. Semuanya indah. Tapi diantara yang indah itu, ada yang paling terang. Yang paling dekat dengan rembulan. Reflex kuangkat jemariku menunjuk pada bintang yang paling terang itu. bintang yang paling dekat dengan rembulan. Aku berbalik ke arah Nisha. Terlihat Nisha sedang menengadahkan kedua tangannya lalu menyapu kedua tangannya ke muka. Amin. Aduuh.. terlalu banyak keanehan disini.

“lagi ngapain seh?”
“nggak”
“Nis, liat ga seh, aku nunjuk bintang yang itu tuh.”
“oohhh yang itu. Makasih ya Ki, eh… mau nanya, kenapa kamu milih bintang yang itu”
“sama2. Mmm bintang itu yang paling terang diantara bintang yang lain, bintang itu yang paling deket dari bulan.”
“biar apa?”
“biar bisa nerangin kamu dalam gelap trus biar ga kesepian karena ada bulan di dekatnya, kayak aku gitu deh, yang slalu menerangimu dan menemanimu…hehe”
“ih…gemes deh jadinya” sambil mencubit kedua pipiku
“Nis, tunjuk satu bintang untukku juga dong”
“udah”
“kok udah, daritadi kan ga nunjuk apa2, gmn seh?”
“udah tadi. Dalam doa”
“curang, masa nunjuk dalam doa, kan ga ketahuan bintangnya yang mana”
“suatu saat juga akan tau, bintang yang bisa nerangin n nemenin kamu yang sering kesepian”

Nisha tertawa bahagia. Bisa menjailiku yang sering menjailinya. Balas dendam. Namun tergambar jelas dari wajahnya. Ada guratan kesedihan yang tidak aku ketahui.segera aku membuyarkan lamunanku itu. tidak mungkin Nisha sedih. Dia sedang bahagia karena ada aku disini (ge er..). sepertinya Nisha mau mengungkapkan sesuatu.

“masih ada yang mau aku ceritain Ki”
“iya.. cerita ja”
“tapi jangan marah ya”
“apaan seh.. sejahat2nya kamu ke aku, ga bakalan aku marah, tenang aja”
“ gini, mungkin kamu bingung liat keadaan rumahku malam ini. Sepi. Ga ada orang. Ayah ibu ga ada. K’Arfan pergi. Kamarku kosong..”
“iya kenapa?”
“mmm beberapa hari ini aku jarang maen ke rumahmu Ki. Biasalah kamu mungkin udah tau, orang tuaku sering bertengkar, bikin aku pusing. Kalau orang tuaku udah mulai bertengkar kayak gitu, aku seringnya kesini, biar ga denger pertengkaran mereka. Terus dua hari yang lalu mereka bertengkar hebat, aku juga ga tau persis kejadiannya gimana. Pas kemarin sore. Kita semua ngumpul di ruang tengah. Ayah, ibu, k’ Arfan, aku. Ayah ibu bicara di depan aku dan k’ Arfan, mereka mutusin untuk pisah. Kami disuruh milih mau ikut siapa, ayah atau ibu. Aku nangis. K’ Arfan diam. Sampai k’ Arfan mutusin, aku ikut ibu dan k’Arfan ikut ayah.”

“sabar ya Nis, aku akan tetep nemenin kamu kok”
“Ki, maafin aku yah. Aku harus pergi, pergi dari sini”
“maksudnya? Aku ga ngerti Nis, maksud kamu apa?”
“iya.. aku ikut ibu. Tidak tinggal di sini. Aku pindah ke Bandung, Ki”

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Seakan akan ada hantaman keras mendera kedua telingaku. Aku tak percaya. Aku merasa ini hanya sebuah mimpi. Mimpi buruk. Nisha akan pergi. Pergi jauh dari sini. Meninggalkanku. Sendiri. Air mataku tak dapat terbendung lagi walau dengan bendungan yang amat kokoh sekalipun. Kuseka air mataku. Memeluk lutut. Namun amat deras sampai kedua lengan bajuku basah dengan air mata.

Nisha berusaha menenangkanku. Membujukku dengan 2 batang coklat yang telah disembunyikannya sedari tadi. Mengantisipasi kejadian yang telah dia duga sebelumnya. Namun ketertarikanku akan coklat berubah drastic menjadi sebuah kebencian. Aku tidak suka coklat saat itu.

Dalam pikirku, jika menanam benih yang baik maka kita akan menuai buah yang baik, jika kita mengawali sesuatu dengan baik maka akhirnya pun akan baik. Namun itu tidak berlaku di kejadian malam ini. Diawali dengan kebahagiaan ketika melihat bintang-bintang yang begitu indah tapi berakhir tragis dengan sebuah kenyataan bahwa Nisha harus pergi ke Bandung mengikuti ibunya. Walaupun aku tidak setuju. Aku harus tetap menerimanya.

Kulihat Nisha dari kaca jendela. Hari itu pun tiba. Hari dimana Nisha harus segera meninggalkan Makassar untuk bertolak ke Bandung. Nisha berpamitan dengan Tante Ami, juga denganku tapi aku tak ingin keluar dari rumah. Aku tak ingin berpamitan dengan Nisha. Seolah-olah ini adalah pertemuan terakhir. Aku kembali menangis. Beberapa kali terlihat olehku Nisha berusaha masuk ke dalam rumah tapi selalu dicegat Tante Ami, sesuai dengan permintaanku. Mungkin karena sudah lelah, akhirnya Nisha menyerah, ia membalikkan badan menuju ke taksi.

Aku lantas berpikir. Walaupun teori awal baik akhir baik tidak berlaku malam itu. Bukan berarti persahabatan yang dimulai dengan baik harus aku akhiri dengan akhir yang tidak baik seperti ini. Aku tak kuasa menahan langkah ini, langkah yang ingin mendekati Nisha. Kubuka pintu ruang tamu dan segera berlari ke arah Nisha.

“Nis, jangan pergi ya?”
“ga bisa, aku harus pergi Ki, sejam lagi aku udah harus ada di bandara”
“Nis ga ada yang nemenin aku, aku gak protes lagi deh kalo kamu ngomel2 ke aku Nis, janji!”
“gak boleh ngomong gitu, suatu saat ada yang gantiin aku kok, yang akan nemenin kamu terus”
“hiks.hiks.hiks”
“aku kan dah nunjuk satu bintang untuk kamu Ki, dalam doaku semalem.”

Nisha menghapus air mataku. Menenangkanku agar tidak menangis lagi. aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. taksi sudah lama menunggu, begitu pula dengan k’Arfan yang akan mengantarkan Nisha ke bandara. Kuhela nafas panjang. Membiarkan hati ini ikhlas. Aku sempat melambaikan tangan ketika taksi sudah mulai berjalan. Aku tidak beranjak sambil melihat taksi itu pergi. Sampai taksi itu tak terlihat lagi.
***

“dulu ngeliat bintangnya dari genteng di atas situ tuh” kataku sambil menunjuk ke arah genteng
“sama Nisha y?”
“iya, waktu itu Nisha minta aku nunjuk satu bintang untuk dia, trus aku nunjuk bintang,, eh.. dia malah berdoa. Pas aku minta dia nunjuk satu bintang untukku, dia bilang udah nunjuk dalam doa”
“kok gitu, apa maksudnya?”
“aku juga gak ngerti, yang jelas dia selalu bilang yang akan menerangi n menemani aku gitu”
“mmm.. Ki, waktu itu kamu nunjuk bintang yang mana”

Aku menunjuk bintang di langit. Bintang yang paling dekat dengan sang rembulan. Bintang yang paling terang bersinar diantara betaburan bintang yang lain. Sampai-sampai sinarnya dapat terpantul dari sebuah lingkar emas di jari manis kananku. Lingkar emas yang disematkan oleh ‘Arfandi Bintang’. Yang kini menemaniku di sebuah pohon yang berada di samping rumah Nisha. Apakah bintang yang kamu tunjuk untukku dalam doamu adalah ‘Arfandi Bintang’ Nis? Kakakmu? Tanyaku dalam hati. Aku tersenyum simpul. Melihatku tersenyum, k’ Arfan pun ikut tersenyum.

“selain di atas genteng itu, ada lagi loh tempat yang bersejarah di sini”
“dimana Ki?”
“di pohon ini”
“pohon ini?”
“iya, dulu… aku nyembunyiin kelereng k’Arfan di balik pohon ini loh…hehehe”

K’Arfan tertawa, aku pun tertawa. Betapa bahagianya aku malam ini. Dapat bernostalgia tentang bintang itu, tentang di atas genteng, tentang pohon ini yang semuanya bersejarah dalam hidupku. Tapi, aku masih penasaran, apakah betul bintang yang Nisha tunjuk dalam doanya adalah k’Arfan. Tanyaku itu tak dapat terjawab sebelum Nisha langsung yang memberitahukannya padaku. Aku ingin tahu. “tunggu aku di Bandung,

Cerpen cinta :Bernafas untuk Liana

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

Iringan mobil pengantin berjalan pelan memasuki rumah mewah berwarna putih. Sang pemilik hajatan berkumpul bersama kerabat dan para tamu menunggu di pekarangan depan sebelah kanan. Ada tiga tenda besar dengan hiasan khas adat Istana kelihatan begitu mempesona.Mobil Nisan X-trail yang dinaiki Okan dan orang tuanya berhenti persis disisi kanan pintu gerbang. Beberapa gadis muda mulai mamainkan tarian ranup lampuan sebagai tanda selamat datang. Terkesan klasik namun dibalut nuansa seni moderen eksentrik. Sebuah tarian menarik yang mengingatkanku pada kisah perkawinan kaum bangsawan. Mungkin Koreografer tarian ini sengaja menciptakan nuansa seperti ini untuk membuat suasana pesta perkawinan ini menjadi meriah dan mewah.Tapi itu tak penting. Bukan ini yang ingin kubicarakan. Aku hanya ingin melihat Liana menikmati pesta perkawinannya bersama Okan yang merupakan pria pilihan orang tuanya. Sungguh sebuah pesta perkawinan yang mengesankan. Ribuan tamu yang datang memberi restu yang tulus sebagai tanda sakralnya prosesi perkawinan. Ribuan pasang mata penuh kekaguman ada di setiap sudut tenda. Namun, ada sepasang mata penuh kesedihan menyaksikan Liana berpesta. Ya, itulah mataku. Aku tak sanggup menatap mereka menikmati hari kebesarannya. Hati dan jiwaku seakan terhujam, terkoyak, dan entah apa lagi. Sulit bagiku menemukan kata yang tepat menggambarkan kondisiku saat itu.Sudah genap satu bulan usia perkawinan Liana. Tentu saja mereka telah nikmati banyak hal. Tapi, tidak aku yang hanya mencicipi tak sedapnya kekecewaan dan busuknya aroma pengkhianatan. Pada hal, pernah kukatakan bahwa hati ini kupersembahkan utuh padanya. Semua hal telah kulakukan demi masa depan yang pernah kami janjikan berdua. Namun kini semua itu telah larut dalam idealisme tunggal milik Liana. Entah apa yang membuatnya tak lagi peduli pada apa yang pernah diucapkan mulutnya sendiri. Tak mungkin karena harta dia mudah mengkhianati hubungan kami. Tapi karena apa? Mungkinkah kepuasan batin yang tak pernah diperolehnya?Aku tahu pasti bahwa kepuasan perasaan memerlukan pelumas berkemaskan kesucian. Ia tak mudah terpenuhi dengan hanya sekedar kata-kata. Tak terhitung kata-kata yang sudah dikeluarkan mulut manusia untuk memenangkan perasaan dan mengimbangi rasa kepuasaannya. Untuk apa kita memboroskan kata-kata bila akhirnya menghadirkan bencana bagi perasaan kita sendiri?Liana adalah sosok perempuan berkulit putih dengan wajah dihiasi sepasang mata indah. Mata terindah yang pernah kulihat. Tingginya hanya 157 cm dan beratnya ideal. Pakaian muslim yang dia kenakan selalu dikombinasikan dengan jilbab sutra yang berwarna hijau tua atau coklat muda. Sekilas dia kelihatan sederhana tapi sebenarnya dia adalah pribadi yang mahal. Terbukti dari perkenalan kami yang membutuhkan waktu panjang. Pada hal aku hanya ingin meyakinkan dia bahwa aku tak punya maksud lebih selain mengenalnya lebih dekat. Meluluhkan hati Liana bagiku adalah prestasi besar walaupun semua itu adalah masa lalu. Dan dia telah melupakan sejarah itu sekarang. Tak ada gunanya bila aku harus terus mengingat semua hal tentangnya. Dulu dia mengajukanku satu pertanyaan yang kuanggap penting. Saat itu kami ada di pantai cermin berpasir hitam. “Suatu hari, maukah kamu bernafas untukku bila sang kematian mengancam?” Aku menjawab pelan bahwa kapanpun aku akan selalu ada untuknya. Aku berusaha memastikan padanya bahwa apapun pasti kukorbankan deminya, tak terkecuali menggantikan nafasku untuknya bila diperlukan.Mungkin, hayalan tak seindah kenyataan. Itulah yang kini melanda cinta kami. Ibarat bermain sepakbola, aku telah memainkan peran baikku sebagai penyerang lubang yang berbahaya. Bahkan aku rela berjibaku dengan tinggi besarnya pemain belakang lawan. Namun, upayaku mewujudkan impian hidup bersama Liana gagal terlaksana. Walaupun aku selalu ingin bernafas untuknya. Ya, hanya untuk Liana.