Senin, 23 November 2009

Cerpen cinta:sahabat jadi cinta???

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

emilly dan jancent adalah sahabat dari mereka duduk di bangku kelas 6 sd,awalnya mereka cuman teman biasa ajah,tapi suatu saat ada teman milly yg dari kelas lain naksir sama jancent,sejak itulah mereka mulai deket....ketika tmn milly meminta milly untuk ngedeketin dia ma jancent...,si jancent cuek bgt ma tmen milly yg namanya jane,shingga si jane putus asa,ktika jancent dan milly dah deket banget,tiba"...........SETELAH NAIK KE KELAS 1 SMA jancent seperti menghindar gitu dari milly,napa yha???? itulah yang pengen diketahui milly..apakah karena jancent udah pindah ke kelas lain,pnya temen" baru ato???????namun semakin ia jauh dari jancent semakin dia tau perasaan dia yg sbnarnya bahwa sbnarnya mulai mencintai jancent....apa yang harus dilakukan milly??? nnya lngsng k jancent knapa dia mnghindar??? itu bkan milly(milly bkan tipe wanita yg seperti itu)milly pengen bgt tau perasaan jancent k dia,kmdian milly mulai mencobanya dngn SMS,apakah berhasill?? TIDAK...malahan dicuekinmilly selalu berusaha buat tau segala sesuatu yg berhubungan sama jancent,sampai suatu saat dia mengetahui suatu informasi kalo jancent lagi ngejar kakak klas 2.... setelah tau hal tsb,milly selalu berusahah,berusaha dan berusaha untuk ngelupain jancent,namun yang namanya perasaan itui g bisa diboongin,milly g pernah bsa ngelupain jancent.. .SAMPAI SAAT MERAKA NAIK KE KELAS 2 SMA......... salah satu temen deket milly jadian ama temen deket jancent,untungnya saja mereka gak gitu tau kalo sebenarnya milly dan jancent dulu pernah deket...mengapa dia harus kembali muncul lagi di depan milly padhal milly perlahan-lahan telh bisa ngelupain dia,pikir milly dalam hati...pada suatu siang di kantin sekolah....."hai",sapa jancent(sambil tersenyum) "hai juga""mill,nyariin makanan apa??" tanya jancent"biasa nasi soto pak mur" jawab milly"sambil ngeluarin sepucuk kertas,kmudian diberikan ke milly) "ni ada surat buat kamu dari aku,ntar sampe ke kelasa kamu baca y???" kata jancent"apaan ni,,cent??" tanya milly"rahasia dong" jawab jancentSESAMPAINYA DI KELAS...."mill,ntar sore habis pulang sekolah aku tunggu kamu di restoran deket sekolah y??? jam5 sore,ok??? aku tunggu y..."setelah membaca surat itu milly seneng banget,tapi dai juga bingung...,kenapa dia bingung????dia bingung kare dia gak yakin ma feelingnya sendiri,mau pergi atau nggak..... dia pengen bangeeeetttt pergi,tapi dia keinget ama yang telah dibuat jancent.... PERGI TANPA SEPATAH KATAPUN....sebentar lagi udah mau jam pulang sekolah,mau pergi gak y?? pikir milly dalam hati. Tpi dia udah melakukan hal yg g bisa milly maafin...setelah pulang ke rumah ,milly membaca ulang surat yg diberikan jancent brulang-ulang,smpai tiba-tiba mata milly tertuju ke pot vas bunga di ruang tamunya....,kemudian milly menghitung helai bunganya... "...........................,pergi,nggak,pergi,nggak,pergi,nggak,pergi",OH MY GOD aku harus pergi keluh milly dalam hati,kemudian milly bergegas menyiapkan dirinya,g tau kenapa hari ini milly berpakaian bagus sekali,tetapi milly berencana untuk jam 5 lewatan baru berangkat....sesampainya di tempat...jancent menyapa,"hai,dah lapar??"milly:"blom"jancent:"kok keliatannya kamu badmood bngt??"milly:"menurut kamu??"jancent:"y mana aku tau mill..,crita donk kamu knapa.."milly:"g tau knapa aku tba" g enak badan,aku pulang dulu y..."tanpa mendengar balasan jancent,milly langsung meninggalkan tempat itu.... Pada malam hariny.....drrrt.... drrrt... drrrt.... kemudian dibuka pesan dari handphonenya...."mill kamu knapa sich,kok tadi aku dicuekin"Milly mereplynya "menurut kamu kalo dicuekin ama orang itu rasanya gimana?? enak y??? itulah yang dulu aku rasain,dicuekin ama sahabatku yg paling aku percayai,kamu tau g gmn rasanya???? haha???" ...kemudian dipencetkannya tombol senddrrrt... drrrt... drrrt..."maksudmu aku????.. aku bener-bener mnta maaf sama kamu,bukan maksud aku buat nyakitin kamu....,kamu tau ga aku juga menderita....,sebenarnya aku tuh cinta banget ma kamu,tapi aku takut kamu ga punya perasaan seperti perasaan aku ke kamu dan itu malah bikin persahabatan kita rusak... aku bener-bener minta maaf sama kamu" milly membalasnya"aku juga mempunyai perasaan yang sama kayak kamu,aku juga cinta ama kamu cent"drrt.. drrrt.."kalo begitu besok kta ketemuan yuk di tempat tadi,trus kita ngomongin semuanya biar jelas,gimana??" Kemudian keesokan harinya....setelah menceritakan semuanya barulah mereka sadar bahwa mereka saling mencintai...kemudian di tempat itu juga mereka resmi menjadi sepasang kekasih.

Cerpen cinta:Cinta Pertama

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

Hari itu aku baru pindah sekolah di daerah Bogor. "Hai, namaku Renita Maharani...panggil saja aku Rani. Aku pindahan dari Jakarta" ucapku saat memperkanalkan diri di depan kelas. Saat itu tanggapan teman-teman sangatlah baik, mereka semua ramah. Saat jam istirahat mereka ajak aku untuk bermain bersama. Senang sekali rasanya temanku bertambah lagi.
Aku lahir di Madiun salah satu kota di Jawa Timur. Ayahku kerja di sebuah perusahaan kontraktor. Karena pekerjaan ayahku sejak kecil aku dan keluargaku hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, salah satunya Jakarta. Aku punya banyak teman di daerah-daerah yang pernah aku singgahi.
Ada salah satu teman yang menarik perhatian aku. Dia ganteng, pintar namun sedikit pendiam dan agak ketus nama Vian, lengkapnya Alvian Ananto. Aku sendiri mungkin termasuk orang yang agak susah untuk bergaul walaupun aku memiliki banyak teman. Saat itu entah kenapa aku punya keberanian untuk menegurnya "hai, namaku Rani. namamu Vian kan?" tanyaku "Hai juga" jawabnya "Ada apa panggil aku?". "Ya ampun ketus banget orang ini bener kata temen-temen" keluhku dalam hati.
"Gak ada apa-apa... cuma mau ajak kenalan aja. Lagi pula aku kan duduknya di depan kamu, masa kita gak saling tegur sapa." ucapku lirih, tapi reaksinya hanya membulatkan mulutnya seraya keluar kata "Oooooo". Akhirnya akupun hanya bisa diam membisu.
Teng...teng.... bel pulang sekolah berbunyi waktunya pulang. Aku dan teman-teman bergegas untuk membereskan buku dan segera pulang. Jarak sekolah ke rumah aku tidak terlalu jauh, bisa ditempuh dengan angkot setengah jam. Keluar sekolah akupun segera menuju jalan tempat pemberhentian angkot.
Ada satu angkot berhenti di depan aku, tapi angkot itukan udah penuh. Tiba-tiba ada yang keluar dari angkot dan mempersilahkan aku untuk duduk di tempatnya. Saat aku lihat orang itu ternyata "Vian" terucap namanya di bibirku. Ternyata dia baik juga. Pipiku pun memerah dibuatnya karena tersanjung. Angkotpun akhirnya berlalu dan dia pun bergelantung di pintu angkot.
Tak lama satu penumpang yang ada di sebelah aku turun dan Vian akhirnya masuk dan duduk di sebelah aku. Awalnya kita berdua hanya diam membisu sampai pada akhirnya "Turun dimana?" tanyanya padaku. "Jalan Mawar" sahutku " kalau kamu turun dimana?" "Jalan Anggrek, berarti kita satu komplek donk" Ya ternyata rumah kami memang satu komplek, dan hanya selisih satu gang. Dalam hati aku sangatlah senang karena ada kemungkinan kita berangkat dan pulang sekolah bareng.
Memang benar sejak saat itu kita selalu pulang dan pergi bersama. Bahkan beredar kabar diantara teman-teman kalau aku dan Vian jadian. Sendainya itu benar karena memang itu yang aku harapkan, tapi sampai saat ini gak pernah ada kata-kata 'aku sayang kamu...mau gak jadi pacar aku'. 'Huh....' perasaan ini bikin aku penasaran dan sampai akhirnya aku ngambek dan menghindar dari dia. Aku merasa perasaan aku digantung sama dia. Kita gak pernah lagi pulang bareng.
Sekarang aku begitu merindukan saat-saat bisa bercanda bersama. Aku perharap bisa deket lagi sama dia. Banyak teman yang menanyakan 'Vian mana?' 'kok gak bareng sich?' 'kalian putus?' pertanyaan yang juga gak bisa aku jawab karena kita memang gak pernah jadian.
Sampai lulus sekolah aku tetap masih sayang sama dia. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Seandainya saat itu aku tidak berharap terlalu banyak, atau setidaknya aku bisa jujur tentang perasaanku mungkin aku mungkin aku gak akan kehilangan momen cinta pertama aku.

Cerpen:tunjuk satu bintang untukku

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

“ngapain Ki disana, ngelamunin spa hayoo?” teriak Nisha yang melihatku dari luar jendela. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum. Senyum termanis untuk sahabatku, Nisha. Segera aku bergegas keluar dari kamar. Menuruni tangga dengan cepat lalu keluar dari rumah. Aku ingin segera memandang wajah teduh Nisha yang setiap saat menentramkan hatiku. Memeluknya erat. Sekarang dia di hadapanku, sahabatku tersayang, Nisha.

“eh…eh…kenapa seh? Datang langsung meluk gini? Aneh”. Kata Nisa keheranan
“Nisha,!!!” seruku
“iya kenapa Salki sayang?”
“kemana aja seh, kok seminggu ini jarang ke rumah, kangen tau”
“he..he.. maaf lagi sibuk.. biasa.. calon wanita karir..he he..”
“ooww..”
“lagi ngelamunin apa seh Ki tadi? Ada masalah ya? Cerita dong..”

“mmm” aku menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak. Bukan berarti tidak ada masalah. Tapi aku tidak mau Nisha tau kalau aku sedang ada masalah. Aku tidak mau dia juga merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Ini masalah yang terlalu klasik. Mungkin saja Nisha akan mentransfer sejuta nasehatnya yang sama dari masa ke masa (hehehe). Dan aku akan terlampau bosan dengan itu semua.
Lama kami saling bertatapan. Kami sama-sama bingung. Tak lama Nisha kembali tersenyum kemudian menarik tanganku. Sepertinya Nisha menarikku untuk mengajakku ke rumahnya.

“Nis... mau kemana nih?”
“ya ke rumahku lah..”
“ihh…ga mau,,,”
“kenapa ga mau? Tenang ja k’Arfan lagi ga di rumah kok”

Tenang. Kak Arfan sedang tidak di rumah Nisha sekarang. Aku menghela nafas pelan. Tidak bisa kubayangkan bila bertemu kak Arfan lagi. Seakan video sejarah yang lalu terputar kembali. Saat kak Arfan marah-marah sampai membuatku menangis ketika dengan sengaja aku menyembunyikan sekatong kelerengnya yang kukira adalah kepunyaan Nisha (huuhh..jail salah tempat..hehe). Waktu itu aku tidak sempat berfikir, mana mungkin Nisha mau bermain kelereng. Nisha kan tau nya main boneka bonekaan (hehehe). Itulah sejarah buruk. Sejarah terburuk yang pernah kualami dalam hidupku. Dan kejadian itu masih terngiang dalam ingatanku sampai saat ini.

Masuk ke dalam rumah. Tumben rumah Nisha sepi. Tak kudapati seorang pun di dalamnya. Baik ayah ataupun ibu Nisha. Aku mengerutkan kening. Memang sih rumah Nisha selalu terlihat sepi. Tapi tidak pernah aku mendapati rumahnya kosong tanpa penghuni. Kalau mau dibandingkan dengan rumahku, ya sama-sama sepi seh tapi tidak sampai kosong tidak ada orang, pasti selalu ada tante Ami, adik ibu yang ada menemaniku. Aku kembali menatap dengan serius belahan rumah ini. Kulihat ke kanan dan ke kiri, tetap tidak ada orang. Biasanya kan ada ibu Nisha yang sedang duduk di sofa sambil menonton TV atau ayah Nisha yang sedang sibuk di perpustakaan pribadinya. Aneh. Sangat aneh.

Keanehan tidak berhenti sampai di situ saja. Keanehan juga kulihat ketika memasuki kamar Nisha. Seperti hamparan ruang kosong, yang tersisa hanya sebuah tempat tidur dan rak buku. Dinding-dindingnya yang dulu dipenuhi dengan foto kami berdua juga tidak ada. Hanya sebuah gambar. Gambar setangkai bunga karyaku yang telah dibingkai. Aku tertawa ketika mengingatnya kembali. gambar itu seperti permanen terpajang di situ. Waktu itu, saking bahagianya aku bisa menggambar setangkai bunga yang kuanggap adalah gambar yang paling indah yang pernah kubuat (paling ga suka gambar seh..Cuma ga mau kalah dari Nisha yang jago bgt gambar..hehe) sampai-sampai tanpa sepegetahuan Nisha, aku memajangnya sendiri dengan sebuah paku beton. Alhasil karena takut ketahuan dan terburu-buru, aku memakunya terlalu dalam dan tidak bisa terlepas lagi (duh..maaf bgt Nis..hehe). Kembali dengan keanehan tadi. Aku benar-benar bingung apa yang terjadi sebenarnya disini. Di rumah ini.

“Nis, kok kamar kamu kosong gini. Ada apa seh?” tanyaku bingung
“udah.. ga usah banyak nanya, ntar aku cerita kok. Tenang aja” balas Nisha
“jangan bikin penasaran deh.. ceritanya sekarang ja..” tanyaku
“huhh…cerewet bgt seh… ga bisa kurang tuh cerewetnya.. ntar ga ada yang mau lo” komentar Nisa
“biarin..”jawabku ketus.
“ada yang aku mau liatin ke kamu Ki”
“apa??”

Tanda tanya besar. Apa yang mau diperlihatkan Nisha padaku. Rahasia besar. Tapi aku membayangkan yang aneh-aneh. Mungkinkah sebuah gaun orang dewasa seperti impian Nisha selama ini atau sekarung coklat seperti impianku atau kodok. Ih.. jijik. Nisha berjalan ke arah saklar lampu lalu mematikannya. Tiba-tiba kamar menjadi gelap. Aku sedikit ketakutan. Tanpa sengaja aku menginjak sesuatu, lalu dengan spontan aku berteriak. Arrrggghhh.
“huhh.. preman kok takut gelap.. itu namanya preman cemen.” Ledek Nisha

Aku menggerutu dalam hati karena kesal. Kembali Nisha memegang tanganku. Menuntunku dalam gelap (harap tenang, aku bukan orang buta, :-P). Mengarahkanku ke suatu tempat. Tempat yang sebelumnya tidak pernah Nisha perlihatkan padaku. Tapi rasanya aku pernah melihat tempat ini tapi dari sudut pandang yang lain. Tempat itu adalah di atas genteng depan kamar Nisha. Aku sedikit ngeri berada di atas genteng. Takut jatuh. Nisha meyakinkanku bahwa tidak akan terjadi apa-apa denganku. Aku pun lega. Pemandangan malam ini indah.

“kok ga pernah ngajak aku ke sini seh” tanyaku
“suka ga Ki?”jawab Nisha
“suka banget”
“sengaja aku matiin lampunya supaya bisa ngeliat bintangnya lebih jelas”

Telunjuk Nisha mengarah ke arah langit. Langit yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Bintang-bintang yang senantiasa bersinar di malam hari. Menemani sang rembulan yang mungkin kesepian. Ya.. seperti aku kesepian kalau Nisha tidak ada. Sekompleks pun dapat kulihat dari sini. Tukang baso, taman bermain, pos ronda, dll. Sungguh indah.

“Salki”
“iya, kenapa Nis?”
“tunjuk satu bintang untukku Ki”
“buat apa?”
“ayolah Ki, tinggal nunjuk aja susah amat”

Semua bintang kulihat indah. Sepertinya aku tak bisa menentukan yang mana. Semuanya indah. Tapi diantara yang indah itu, ada yang paling terang. Yang paling dekat dengan rembulan. Reflex kuangkat jemariku menunjuk pada bintang yang paling terang itu. bintang yang paling dekat dengan rembulan. Aku berbalik ke arah Nisha. Terlihat Nisha sedang menengadahkan kedua tangannya lalu menyapu kedua tangannya ke muka. Amin. Aduuh.. terlalu banyak keanehan disini.

“lagi ngapain seh?”
“nggak”
“Nis, liat ga seh, aku nunjuk bintang yang itu tuh.”
“oohhh yang itu. Makasih ya Ki, eh… mau nanya, kenapa kamu milih bintang yang itu”
“sama2. Mmm bintang itu yang paling terang diantara bintang yang lain, bintang itu yang paling deket dari bulan.”
“biar apa?”
“biar bisa nerangin kamu dalam gelap trus biar ga kesepian karena ada bulan di dekatnya, kayak aku gitu deh, yang slalu menerangimu dan menemanimu…hehe”
“ih…gemes deh jadinya” sambil mencubit kedua pipiku
“Nis, tunjuk satu bintang untukku juga dong”
“udah”
“kok udah, daritadi kan ga nunjuk apa2, gmn seh?”
“udah tadi. Dalam doa”
“curang, masa nunjuk dalam doa, kan ga ketahuan bintangnya yang mana”
“suatu saat juga akan tau, bintang yang bisa nerangin n nemenin kamu yang sering kesepian”

Nisha tertawa bahagia. Bisa menjailiku yang sering menjailinya. Balas dendam. Namun tergambar jelas dari wajahnya. Ada guratan kesedihan yang tidak aku ketahui.segera aku membuyarkan lamunanku itu. tidak mungkin Nisha sedih. Dia sedang bahagia karena ada aku disini (ge er..). sepertinya Nisha mau mengungkapkan sesuatu.

“masih ada yang mau aku ceritain Ki”
“iya.. cerita ja”
“tapi jangan marah ya”
“apaan seh.. sejahat2nya kamu ke aku, ga bakalan aku marah, tenang aja”
“ gini, mungkin kamu bingung liat keadaan rumahku malam ini. Sepi. Ga ada orang. Ayah ibu ga ada. K’Arfan pergi. Kamarku kosong..”
“iya kenapa?”
“mmm beberapa hari ini aku jarang maen ke rumahmu Ki. Biasalah kamu mungkin udah tau, orang tuaku sering bertengkar, bikin aku pusing. Kalau orang tuaku udah mulai bertengkar kayak gitu, aku seringnya kesini, biar ga denger pertengkaran mereka. Terus dua hari yang lalu mereka bertengkar hebat, aku juga ga tau persis kejadiannya gimana. Pas kemarin sore. Kita semua ngumpul di ruang tengah. Ayah, ibu, k’ Arfan, aku. Ayah ibu bicara di depan aku dan k’ Arfan, mereka mutusin untuk pisah. Kami disuruh milih mau ikut siapa, ayah atau ibu. Aku nangis. K’ Arfan diam. Sampai k’ Arfan mutusin, aku ikut ibu dan k’Arfan ikut ayah.”

“sabar ya Nis, aku akan tetep nemenin kamu kok”
“Ki, maafin aku yah. Aku harus pergi, pergi dari sini”
“maksudnya? Aku ga ngerti Nis, maksud kamu apa?”
“iya.. aku ikut ibu. Tidak tinggal di sini. Aku pindah ke Bandung, Ki”

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Seakan akan ada hantaman keras mendera kedua telingaku. Aku tak percaya. Aku merasa ini hanya sebuah mimpi. Mimpi buruk. Nisha akan pergi. Pergi jauh dari sini. Meninggalkanku. Sendiri. Air mataku tak dapat terbendung lagi walau dengan bendungan yang amat kokoh sekalipun. Kuseka air mataku. Memeluk lutut. Namun amat deras sampai kedua lengan bajuku basah dengan air mata.

Nisha berusaha menenangkanku. Membujukku dengan 2 batang coklat yang telah disembunyikannya sedari tadi. Mengantisipasi kejadian yang telah dia duga sebelumnya. Namun ketertarikanku akan coklat berubah drastic menjadi sebuah kebencian. Aku tidak suka coklat saat itu.

Dalam pikirku, jika menanam benih yang baik maka kita akan menuai buah yang baik, jika kita mengawali sesuatu dengan baik maka akhirnya pun akan baik. Namun itu tidak berlaku di kejadian malam ini. Diawali dengan kebahagiaan ketika melihat bintang-bintang yang begitu indah tapi berakhir tragis dengan sebuah kenyataan bahwa Nisha harus pergi ke Bandung mengikuti ibunya. Walaupun aku tidak setuju. Aku harus tetap menerimanya.

Kulihat Nisha dari kaca jendela. Hari itu pun tiba. Hari dimana Nisha harus segera meninggalkan Makassar untuk bertolak ke Bandung. Nisha berpamitan dengan Tante Ami, juga denganku tapi aku tak ingin keluar dari rumah. Aku tak ingin berpamitan dengan Nisha. Seolah-olah ini adalah pertemuan terakhir. Aku kembali menangis. Beberapa kali terlihat olehku Nisha berusaha masuk ke dalam rumah tapi selalu dicegat Tante Ami, sesuai dengan permintaanku. Mungkin karena sudah lelah, akhirnya Nisha menyerah, ia membalikkan badan menuju ke taksi.

Aku lantas berpikir. Walaupun teori awal baik akhir baik tidak berlaku malam itu. Bukan berarti persahabatan yang dimulai dengan baik harus aku akhiri dengan akhir yang tidak baik seperti ini. Aku tak kuasa menahan langkah ini, langkah yang ingin mendekati Nisha. Kubuka pintu ruang tamu dan segera berlari ke arah Nisha.

“Nis, jangan pergi ya?”
“ga bisa, aku harus pergi Ki, sejam lagi aku udah harus ada di bandara”
“Nis ga ada yang nemenin aku, aku gak protes lagi deh kalo kamu ngomel2 ke aku Nis, janji!”
“gak boleh ngomong gitu, suatu saat ada yang gantiin aku kok, yang akan nemenin kamu terus”
“hiks.hiks.hiks”
“aku kan dah nunjuk satu bintang untuk kamu Ki, dalam doaku semalem.”

Nisha menghapus air mataku. Menenangkanku agar tidak menangis lagi. aku tak bisa menahannya lebih lama lagi. taksi sudah lama menunggu, begitu pula dengan k’Arfan yang akan mengantarkan Nisha ke bandara. Kuhela nafas panjang. Membiarkan hati ini ikhlas. Aku sempat melambaikan tangan ketika taksi sudah mulai berjalan. Aku tidak beranjak sambil melihat taksi itu pergi. Sampai taksi itu tak terlihat lagi.
***

“dulu ngeliat bintangnya dari genteng di atas situ tuh” kataku sambil menunjuk ke arah genteng
“sama Nisha y?”
“iya, waktu itu Nisha minta aku nunjuk satu bintang untuk dia, trus aku nunjuk bintang,, eh.. dia malah berdoa. Pas aku minta dia nunjuk satu bintang untukku, dia bilang udah nunjuk dalam doa”
“kok gitu, apa maksudnya?”
“aku juga gak ngerti, yang jelas dia selalu bilang yang akan menerangi n menemani aku gitu”
“mmm.. Ki, waktu itu kamu nunjuk bintang yang mana”

Aku menunjuk bintang di langit. Bintang yang paling dekat dengan sang rembulan. Bintang yang paling terang bersinar diantara betaburan bintang yang lain. Sampai-sampai sinarnya dapat terpantul dari sebuah lingkar emas di jari manis kananku. Lingkar emas yang disematkan oleh ‘Arfandi Bintang’. Yang kini menemaniku di sebuah pohon yang berada di samping rumah Nisha. Apakah bintang yang kamu tunjuk untukku dalam doamu adalah ‘Arfandi Bintang’ Nis? Kakakmu? Tanyaku dalam hati. Aku tersenyum simpul. Melihatku tersenyum, k’ Arfan pun ikut tersenyum.

“selain di atas genteng itu, ada lagi loh tempat yang bersejarah di sini”
“dimana Ki?”
“di pohon ini”
“pohon ini?”
“iya, dulu… aku nyembunyiin kelereng k’Arfan di balik pohon ini loh…hehehe”

K’Arfan tertawa, aku pun tertawa. Betapa bahagianya aku malam ini. Dapat bernostalgia tentang bintang itu, tentang di atas genteng, tentang pohon ini yang semuanya bersejarah dalam hidupku. Tapi, aku masih penasaran, apakah betul bintang yang Nisha tunjuk dalam doanya adalah k’Arfan. Tanyaku itu tak dapat terjawab sebelum Nisha langsung yang memberitahukannya padaku. Aku ingin tahu. “tunggu aku di Bandung,

Cerpen cinta :Bernafas untuk Liana

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

Iringan mobil pengantin berjalan pelan memasuki rumah mewah berwarna putih. Sang pemilik hajatan berkumpul bersama kerabat dan para tamu menunggu di pekarangan depan sebelah kanan. Ada tiga tenda besar dengan hiasan khas adat Istana kelihatan begitu mempesona.Mobil Nisan X-trail yang dinaiki Okan dan orang tuanya berhenti persis disisi kanan pintu gerbang. Beberapa gadis muda mulai mamainkan tarian ranup lampuan sebagai tanda selamat datang. Terkesan klasik namun dibalut nuansa seni moderen eksentrik. Sebuah tarian menarik yang mengingatkanku pada kisah perkawinan kaum bangsawan. Mungkin Koreografer tarian ini sengaja menciptakan nuansa seperti ini untuk membuat suasana pesta perkawinan ini menjadi meriah dan mewah.Tapi itu tak penting. Bukan ini yang ingin kubicarakan. Aku hanya ingin melihat Liana menikmati pesta perkawinannya bersama Okan yang merupakan pria pilihan orang tuanya. Sungguh sebuah pesta perkawinan yang mengesankan. Ribuan tamu yang datang memberi restu yang tulus sebagai tanda sakralnya prosesi perkawinan. Ribuan pasang mata penuh kekaguman ada di setiap sudut tenda. Namun, ada sepasang mata penuh kesedihan menyaksikan Liana berpesta. Ya, itulah mataku. Aku tak sanggup menatap mereka menikmati hari kebesarannya. Hati dan jiwaku seakan terhujam, terkoyak, dan entah apa lagi. Sulit bagiku menemukan kata yang tepat menggambarkan kondisiku saat itu.Sudah genap satu bulan usia perkawinan Liana. Tentu saja mereka telah nikmati banyak hal. Tapi, tidak aku yang hanya mencicipi tak sedapnya kekecewaan dan busuknya aroma pengkhianatan. Pada hal, pernah kukatakan bahwa hati ini kupersembahkan utuh padanya. Semua hal telah kulakukan demi masa depan yang pernah kami janjikan berdua. Namun kini semua itu telah larut dalam idealisme tunggal milik Liana. Entah apa yang membuatnya tak lagi peduli pada apa yang pernah diucapkan mulutnya sendiri. Tak mungkin karena harta dia mudah mengkhianati hubungan kami. Tapi karena apa? Mungkinkah kepuasan batin yang tak pernah diperolehnya?Aku tahu pasti bahwa kepuasan perasaan memerlukan pelumas berkemaskan kesucian. Ia tak mudah terpenuhi dengan hanya sekedar kata-kata. Tak terhitung kata-kata yang sudah dikeluarkan mulut manusia untuk memenangkan perasaan dan mengimbangi rasa kepuasaannya. Untuk apa kita memboroskan kata-kata bila akhirnya menghadirkan bencana bagi perasaan kita sendiri?Liana adalah sosok perempuan berkulit putih dengan wajah dihiasi sepasang mata indah. Mata terindah yang pernah kulihat. Tingginya hanya 157 cm dan beratnya ideal. Pakaian muslim yang dia kenakan selalu dikombinasikan dengan jilbab sutra yang berwarna hijau tua atau coklat muda. Sekilas dia kelihatan sederhana tapi sebenarnya dia adalah pribadi yang mahal. Terbukti dari perkenalan kami yang membutuhkan waktu panjang. Pada hal aku hanya ingin meyakinkan dia bahwa aku tak punya maksud lebih selain mengenalnya lebih dekat. Meluluhkan hati Liana bagiku adalah prestasi besar walaupun semua itu adalah masa lalu. Dan dia telah melupakan sejarah itu sekarang. Tak ada gunanya bila aku harus terus mengingat semua hal tentangnya. Dulu dia mengajukanku satu pertanyaan yang kuanggap penting. Saat itu kami ada di pantai cermin berpasir hitam. “Suatu hari, maukah kamu bernafas untukku bila sang kematian mengancam?” Aku menjawab pelan bahwa kapanpun aku akan selalu ada untuknya. Aku berusaha memastikan padanya bahwa apapun pasti kukorbankan deminya, tak terkecuali menggantikan nafasku untuknya bila diperlukan.Mungkin, hayalan tak seindah kenyataan. Itulah yang kini melanda cinta kami. Ibarat bermain sepakbola, aku telah memainkan peran baikku sebagai penyerang lubang yang berbahaya. Bahkan aku rela berjibaku dengan tinggi besarnya pemain belakang lawan. Namun, upayaku mewujudkan impian hidup bersama Liana gagal terlaksana. Walaupun aku selalu ingin bernafas untuknya. Ya, hanya untuk Liana.

Cerpen cinta : aku sayang kamu mesti kau tak akan pernah mungkin bersama ku lagi !!!!

LABEL: cerpen cinta,cerpen persahabatan

sakit hati ini masih terasa, saat iwan tlp untuk meminta maaf dan berkata ia akan menikah dngan dini...aku tak sanggup berkata apa pun..bahkan untuk minta penjelasan atas apa yang terjadi dan kmn selama ini cinta yang ia agung2 kan pada ku selama 4thn..kandas karena perselingkuhan dia dan wanita itu yang kebetulan teman 1 kantor nya...., dan dalam tlp itu iwan mengajak ku untuk bertemu..itu pertemuan terakhir untuk kita ber2...ia menatap mata ku dengan penuh rasa bersalah..an menggenggam tangan ku erat2..ia minta maaf padaku.. lalu berkata " semua sudah terjadi 4 thn bukan waktu yang singkat..tp km akan ttp ada di hati aku " tanpa menjawab air mata ini terjatuh....dan aku bertanya knp harus aku dan knp harus km yang menyakiti hati aku...iwan memuluk ku dia tak menjawab..aku berkata " aku ikhlas klo kamu bahagia "di mata ku km lelaki sempurna yang pernah ku kenal dan aku tak akan pernah benci pada mu...ini jalan mu..dan jalan ku bersama hanya samapai disni...lalu kami memutus kan untuk berkeliling melewati tempat2 yang biasa kita kunjungi ..untuk terakhir x nya kita jalan bersama..dan untuk pertama x nya iwan menangis di hadapan ku..." jalan ini , tempat ini akan selalu jadi saksi ...dan aku akan selalu simpan namau di hati aku..maaf kan aku yang tidak bisa menjaga cinta kita..."aku mersa malam ini begitu berbeda seakan waktu berhenti sejenak karna ini adalah malam aku bersama nya..dan malam2 yang akan datang dia bersama wanita itu...dan sampai detik ini pun aku tak pernah benci pada nya..

Cerpen cinta :KISAH SEBUAH NAMA

label:cerpen cinta,cerpen persahabatan

Tertegun aku memandang sosok wanita setengah baya di seberang ruangan yang tengah asyik berkutat memainkan jemari di atas keyboardnya.Ya…satu kebiasaan yang selalu ia lakukan di tiap senggang waktunya ketika lelah menghampirinya.Kesibukannya berkarir tidak pernah menyurutkan hasratnya untuk tetap menuangkan ide khayalnya menjadi sebuah epik yang sungguh menarik.Kulangkahkan kakiku dengan perlahan mendekat,berharap dia tidak menyadari akan kehadiranku.
Cmmuaach…ku kecup lembut pipinya sembari memeluknya erat.Dia hanya bisa tersenyum kecil sambil mencubit hidungku.
“Koq gak kaget sich Bund..?Ih Bunda ngintip ya..curang ahh”sergahku masih bergelayut manja di pundaknya.
“hehe..Bunda selalu tau dan bisa merasakan kehadiran kamu sayang…”
“Mang bisa Bund..?koq bisa gitu?”
“bisa dong..coz u’re my sweet heart,my honey..” Ah mata bunda selalu berbinar tiap mengucap kata-kata terakhir.Ditutupnya layar kecil di atas bantalan persegi orange sambil kuikuti geraknya melangkah ke sofa yang tak jauh dari kami.
“nih manja koq ya gak ukur waktu toh,ckck..gmn ntar klo punya anak sayang,masak masih jg kayak gini”jemarinya yang lembut kini membelai rambutku dengan hangat.
“gak akan pernah berubah Bunda coz berada di pangkuan Bunda kayak gini adalah hal ternyaman dalam hidupku.This is the real paradise Bund..”
“aduh..mulai kapan gadis bunda ini beromantis ria he?”tawanya ringan,ada sorot warna yang lain di bola matanya.Kilau yang berubah jadi semu.
“Sepi banget nich,tumben…pada kemana?”
“Kakak kamu baru aja nganter papa.mama Lia telpon kalo Radit jatuh dari tangga”
“trus adek gak papa kan?”
“Alhamdulillah..Cuma memar sedikit aja”.
“Kasihan adek..koq mama gak ikut?”
“Tadi kebetulan ada tamu,oh ya besok kita kesana yuk sayang..mmm sambil bawa pudding kesukaan Radit”
“Siip Boss!”
“Proposal magangnya tadi gimana,dapat approve sayang?”
“Yo’i...siapa dulu Bundanya”
“bisa aja kamu!”
“auhh..sakit Bunda..pelanin dikit dong nyubitnya.pake ketawa lagi..sebel ihh!”
“Minggu depan mulai magangnya.Bunda tau gak..Bosnya tadi baik banget dah gitu ganteng lagi.Kayak dah kenal lama banget..dia muji Bunda segala lho”
“hihihi..ada-ada aja.Belom kenal koq bisa muji”
“Eh iya…gak percaya,katanya dia suka banget nama aku,Feira”.
“Oh iya…?”
“Dia bilang pasti nama itu sangat bersejarah bagi Bunda”.
Kulihat tiba-tiba riak mukanya berubah.Matanya menerawang jauh..mencoba menemukan sesuatu.
“memang benar..”jawabnya sambil memandang wajahku sayu.
“Nama itu begitu special bagi Bunda…”
Ada mendung di sudut matanya kini.
“Feira…,my sweet heart…my honey”Dikecup lembut kening dan kedua bola mataku.Ada cinta yang begitu besar di sana.jauh tersimpan rapat.

“klo diijinin,Bunda pingin nama Ayah bisa menjadi nama anakku kelak…jangan tanya alasannya mengapa.Ma’af jika permintaanku ini terlalu berlebihan…”sending message.
Lama kunanti balasan darinya,padahal baru beberapa menit yang lalu kami berbincang cukup lama.Tetapi kenapa rindu ini kembali menggelayuti batinku.Beribu prasangka datang atas sikapnya yang tak kunjung menjawab tanyaku.Ah..pasti dia tidak memperbolehkan keinginanku ini,atau dia memang masih sibuk mengerjakan laporannya yang harus kelar esok pagi.
Ada yang bergetar di samping bantalku.
“Tentu Bunda…dengan rasa bangga..cmmuah.Luv you so much my sweet heart”.
Ahh betapa bahagianya aku..puji syukur tak henti ku panjatkan kepadaNYA.beberapa detik kemudian kamipun berbincang lagi,Saling mengungkapkan kerinduan yang begitu dalam.Menutup malam larut kami dengan kecupan mesra.

“Cerita dong Bund…”pintaku merajuk dengan mimik semelas mungkin.Kulihat dia menarik napas begitu dalam.
“Feira…”
Kusimak dengan cermat tiap kata yang mengalir dari bibirnya.Alur cerita dari kepingan hatinya di masa lalu.Sebuah rahasia dibalik nama kami,anak-anaknya.
Baru ku ketahui bahwa nama kami begitu berarti baginya,nama dari seseorang yang amat sangat ia cintai saat itu,saat sekarang dan yang akan datang.Ada rona bahagia terpancar begitu jelas di sana saat ia menceritakan sosok “semu” itu.Bagaimana hari-harinya begitu berwarna kala cinta mulai menyeruak di hati mereka.Binar yang hanya kutemui ketika dia mengecup dan memanggil nama kesayangan kami.Kausal yang menggambarkan dengan gamblang mengapa dia begitu menolak memanggilkan “ayah” untuk kami kepada seseorang yang sudah mendampinginya selama 24 tahun ini.Satu padu padan yang begitu serasi dengan sebutan Bunda yang melekat padanya.Karena baginya hanya ada satu “ayah” yang telah hidup di hatinya,tak ada yang bisa menggantikannya.Ku pahami dengan pasti kini alasan dibalik ketegarannya menerima kehadiran mama baru di kehidupan kami,yang saat itu begitu sulit untuk kami mengerti.Tidak hanya membukakan pintu rumah kami,tapi juga meyakinkan hati kami para anaknya bahwa kehadirannya adalah anugerah bagi kami.Tidak pernah sedikitpun kulihat ada luka tersirat saat sang suami menghabiskan waktunya bersama keluarga barunya.Tak ada yang berubah sedikitpun,kondisi kami tetap harmonis penuh cinta dan kehangatan malah semakin berwarna.Inikah dewi yang sesungguhnya?batin kami memekik.oh..inikah alasanmu Bunda..engkau tidak ingin mematikan benih cinta mereka yang tengah mekar dan bersemi.Cinta yang bagi sebagian orang terlarang.Hanya semata tak ingin mereka merasakan kepedihan yang pernah engkau rasakan dulu.Tiba-tiba pipiku terasa hangat,bulir-bulir air matanya tak tertahankan lagi.Mendung itu telah pecah menjadi gerimis.
“Siapa namanya Bunda..?”
“Arief…seperti nama kakak kamu,dan namamu juga jika dibaca terbalik sayang”.Terbata dia menyebut nama kekasih jiwanya itu.
Kutegakkan tubuhku dan memeluknya erat.Mencoba merasakan pedih hatinya kini yang telah menyimpan cinta tak bertuan begitu lama.Cinta yang tak mengenal batas ruang dan waktu.Cinta tulus yang harus ia bawa pergi menjauh hanya untuk melihat seseorang itu tetap bahagia dalam posisinya.Cinta yang tetap bersemi indah hingga kini.Cinta yang penuh kerinduan.Kerinduan yang ia tuang melalui nama kami,kecupan kami dan bola mata kami.Kerinduan untuk suara yang selalu memanggilnya dengan sebutan Bunda,my sweet heart,my honey.
“Luv you so much,honey..”katanya pelan menutup ciumannya di kedua pipiku.
“Me too,Bund..”Pelukku tak kuasa menahan haru.